Mendengar suara keras itu Da Ji langsung berlari keluar. Dong Joo terperosok di atap yang runtuh. Da Ji panik.
“Kenapa? Apa kau tidak apa-apa?”
“Ah kenapa bisa runtuh” Dong Joo berusaha menarik kakinya.
”Apa kau terluka?”
Dong Joo tidak mempedulikan pertanyaan Da Ji. Ia merasa tidak enak pada Nenek.
”Maaf, Nek. Aku akan memperbaikinya nanti.”
”Sudahlah. Kau tidak sengaja merusaknya”, kata Nenek seraya pergi.
”Nenek tidak usah khawatir. Kami akan memperbaikinya”, Da Ji berusaha menyenangkan hati Nenek.
Dong Joo turun dari atap itu. Da Ji sangat cemas melihat luka di lutut Dong Joo. Ia mengambil kotak obat dan mengobati luka Dong Joo. Dong Joo terlihat sedikit salah tingkah.
“Ini semua salahmu karena meremehkanku tidak bisa memasang wallpaper itu. Hatiku lebih sakit lagi mendengar kata-katamu itu!”
Da Ji mengambil obat itu, ”Di mana hatimu yang sakit? Aku akan mengoleskan obat ini juga di hatimu.”
Dae Eun sedang berada di Restoran Ahjumma. Jong Dae memuji Dae Eun di depan Ibunya (Ahjumma). Ahjumma tentu saja tidak setuju jika Dae Eun di ibaratkan malaikat oleh Dae Eun. (Jong Dae kayaknya benar-benar suka ni ma Dae Eun hehehe)
Da Eun berkata, "Kakakku dan Dong Joo Oppa sedang bersama di pulau Yudo. Ini merupakan hal yang bagus.”
”Maksudnya?” Jong Dae tidak mengerti.
”Membandingkan dua orang itu(Yun Ho dan Dong Joo), Yun Hoo Ahjussi jika belum bercerai maka ini akan menyulitkan kakakku. Jika Dong Joo Oppa baik pada Kakakku sama seperti dulu lagi... Bukankah ini bagus dua orang mulai dari awal lagi?”
”Otakmu terlalu pintar... Sangat menakutkan!” komentar Ahjumma.
Tiba-tiba Jin Young datang ke restoran itu.
”Apa kabar? Apa Dong Joo sudah pulang?”
”Itu........”
Dengan cepat Dae Eun menjawab, ”Dong Joo pergi ke Yudo bersama Kakakku. Anda siapa?”
Jin Young keluar dari Restoran dan berusaha menelpon Dong Joo. Ia terlihat kecewa karena tidak di angkat oleh Dong Joo.
Akhirnya Da Ji dan Dong Joo selesai memasang wallpaper rumah Nenek.
“Wah.. akhirnya selesai juga. Benar-benar seperti di dunia khayalan. Benar tidak?”
“Sedang memuji apa? Kapal terakhir berangkat jam berapa?”
Da Ji menjawab dengan takut-takut, ”Sepertinya tidak ada kapal lagi. Kapal terakhir berangkat jam setengah 6 tadi.”
”Tidak ada lagi?!”
”Wah kamar ini benar-benar sempurna. Dong Joo, untung ada Kau yang membantuku”, Da Ji berusaha mengalihkan pembicaraan.
”Kau ini mengalihkan pembicaraan. Aku tidak seharusnya bertanya padamu.”
”Hei.. apakah kau ingin aku membakarkanmu ubi? Bukankah Kau suka makan ubi bakar?”
”Sudah begitu merepotkanku hari ini malah Kau hanya ingin memberikanku ubi bakar!!”
“Kalian ini selalu bertengkar. Bukankah seharian ini kalian selalu bersama. Apakah kalian tidak enak pada nenek yang hidup sendiri seperti ini?” Nenek tiba-tiba datang menengahi mereka.
”Nenek harusnya mencari seorang teman” komentar Da Ji.
”Bercanda apa..., tolong pajangkan foto ini di dinding”, Nenek menyodorkan dua foto pada Dong Joo. Ternyata foto itu adalah foto Nenek dan suaminya.
”Jika orang melihat foto ini mungkin mereka mengira ini adalah foto Ibu dan Anak”, ujar Nenek.
Da Ji bertanya, “Nenek, apakah Nenek tidak membenci Kakek? Aku dengar waktu muda Kakek pernah selingkuh.”
“Aku tentu saja membencinya. Tapi mau bagaimana lagi, kita ini manusia. Hidup harus saling mengalah. Dengan begitu kita bisa tetap hidup bersama. Tidak mempedulikan apapun karena kami juga pernah mengalami banyak kebahagiaan. Itulah hidup suami-istri. Tidak seperti pasangan zaman sekarang, sebentar begini sebentar begitu. Aku sangat kesal melihatnya. Kalian jangan seperti pasangan itu. Harus hidup saling mengalah. Mengerti?”
“Nenek....”
Dong Joo hanya terdiam mendengar kata-kata Nenek.
“Apa yang kalian kagetkan. Apakah kalian hanya ingin pacaran seperti ini saja selamanya?”
”Apa yang Nenek katakan? Kami tidak punya hubungan apa-apa”, Da Ji berusaha menjelaskan.
”Sudahlah... Cepat bakar saja ubinya”, kata Nenek.
Da Ji dan Dong Joo bersama-sama membakar ubi. Dong Joo menertawai Da Ji yang wajahnya kotor karena arang.
”Hei... Lihat wajahmu itu. Mengapa bisa ada wajah wanita kotor seperti itu”
”Wajahmu juga terlihat kotor”, ejek Da Ji.
”Nenek di sini hidup sendirian tanpa siapapun. Apakah dia tidak mempunyai anak?”
“Karena kondisi Nenek tidak terlalu sehat, jadi dia tidak bisa hamil. Nenek sudah banyak menderita. Hari ini masih mengatakan arti kebahagiaan. Ketika aku merasa lelah, aku pun sering memikirkan masa-masa bahagia kita yang sudah berlalu. Itu membuatku tenang.” Da Ji seketika tersadar karena keceplosan membahas masa lalu mereka.
Da Ji tampak grogi karena perkataannya itu. Ia berusaha menutupi kecanggungannya, ”Apa Kau haus? Aku akan mengambil air?”
Da Ji berdiri dan hendak masuk ke rumah mengambil air.
”Mengapa Kau tak menghubungiku? Kau bilang kau telah menderita. Kau pun tidak jadi pergi kuliah. Mengapa kau tidak kembali padaku?”
Langkah Da Ji terhenti mendengar pertanyaan Dong Joo itu.
Da Ji duduk lalu berkata, ”Apakah kau menungguku? Saat aku mempersiapkan semua prosedur kuliah ke luar negeri, saat itu ayah berhutang pada seseorang. Para penagih hutang datang dan kami diusir dari rumah. Waktu itu Dae Eun mengalami kecelakaan lalu lintas. Karena hal ini ayah sering mabuk-mabukan. Aku sangat bingung, aku tidak tau apa yang harus aku lakukan saat itu. Aku pergi ke tempat tinggal kita dulu. Dan ternyata kau sedang ikut wajib militer.”
“Apakah ibu yang mengatakan?”tanya Dong Joo.
Da Ji menggeleng, “Bukan. Ayah yang mengatakannya. Dia sangat marah padaku. Ayah bilang kau baik-baik saja dan memintaku jangan menemuimu lagi. Aku mengerti perasaan Ayahmu. Semua ini hanya masa lalu yang tak perlu diungkit lagi. Sekarang ya sekarang.”
Mereka terdiam sesaat. Da Ji melihat ubi bakarnya sudah gosong. Ia memarahi Dong Joo. Da Ji segera mengambil ubi bakar itu namun karena panas ia menjatuhkannya lagi. Dong Joo spontan memegang tangan Da Ji, “Apa kau baik-baik saja? Dasar bodoh! Mengapa barang yang panas langsung kau pegang dengan tanganmu?!”
Dong Joo langsung meniup tangan Da Ji. Da Ji canggung dan segera menarik tangannya dari genggaman Dong Joo.
Sesaat HP Da Ji berdering. Itu panggilan dari Yun Ho.
“Angkat saja. Jika tidak akan membangunkan Nenek”, ucap Dong Joo.
Da Ji ragu namun akhirnya ia mengangkat telpon itu.
”Ahjussi...”
”Mengapa lama tidak diangkat? Apakah kau baik-baik saja?”
”Iya, aku baik-baik saja. Hari ini kami memasang wallpaper dan merapikan kamar.”
”Kau sudah bekerja keras. Apa kau lelah?”
Da Ji dengan cepat menjawab, ”Ah.. Tidak. Dong Joo.... Dong Joo juga membantu kami hari ini. Sebenarnya kami tidak berencana datang bersama kemari.”
Yun Ho terlihat kecewa ketika nama Dong Joo disebut oleh Da Ji.
Da Ji berkata lagi, ”Berkat bantuan Dong Joo, kami bisa menyelesaikan semuanya dengan cepat.”
”Meninggalkan aku sendiri di sini dan pergi bersama orang lain, rasanya sulit diterima. Lain kali kita harus pergi bersama juga tidak peduli kemana pun. Mengerti?”
Da Ji tersenyum mendengar ucapan Yun Hoo itu, ”Akan aku pertimbangkan.”
Dong Joo kesal melihat Da Ji masih saja asyik mengobrol dengan Yun Ho di telpon.
Melihat itu Da Ji segera mengakhiri telponnya, ”Ahjussi, besok aku akan menelponmu ya. Bye...”
Yun Ho pun menutup telponnya. Ternyata Mil Hye sejak tadi sudah berdiri di ruangan itu dan mendengar percakapan Yun Ho di telpon. Tentu saja Yun Ho kaget melihatnya.
“Tidak di sangka kau juga bisa memiliki ekpresi kasmaran karena seorang gadis. Ternyata kau pria seperti itu. Mengapa saat bersamamu aku tidak melihat sisi dirimu yang seperti itu?”
“Aku lelah, kau keluarlah”, ucap Yun Ho.
Mil Hye berkata lagi, “Aku tidak apa-apa jika kau ingin menjalin hubungan dengannya daripada denganku. Karena aku tau kau tidak terlalu serius dengan gadis itu.”
Yun Ho kesal mendengar itu, ”Kau tidak pantas mengatakan hal seperti itu. Aku sangat menyukainya. Sejak kemunculanmu semua jadi berantakan.”
”Mengapa kau menyukainya?”
”Aku menyukai semua yang ada di dirinya. Meskipun kita tinggal bersama seperti ini, aku tetap sangat menyukainya! Apa tidak boleh?!”
Mil Hye sangat kecewa mendengar itu, ”Kau benar-benar jahat! Aku hanya berharap kau masih menyukaiku. Tapi kau tidak ada hati untuk menyukaiku lagi.”
Yun Ho berkata dengan mata berkaca-kaca, ”Aku sudah berusaha.”
Mil Hye berkata dengan nada tinggi, ”Tidak. Kau sebenarnya tidak pernah berusaha. Jika kau berusaha menyukaiku lagi semua pasti sia-sia saja.”
Yun Ho berdiri lalu berkata, ”Benar. Apakah kita masih pantas untuk membicarakan semua ini? Di mataku hanya ada dia sehingga mengabaikanmu. Maaf... Kita akhiri semua sampai di sini saja.”
Mata Mil Hye berkaca-kaca, ”Aku membutuhkan banyak uang....”
Yun Ho dengan cepat berkata, ”Baiklah.”
Mil Hye kecewa, ”Kau sedikitmu tidak ingin tau alasanku mengapa memerlukan banyak uang? Baiklah, berikan saja besok, semua akan selesai. Aku akan pergi sesuai keinginanmu!”
Dong Joo, Da Ji dan Nenek tidur di kamar yang sama. Nenek yang tidur di tengah-tengah Dong Joo dan Da Ji sudah terlelap. Dong Joo dan Da Ji masih belum bisa memejamkan mata.
Da Ji bertanya dengan suara pelan, ”Apakah kau nyaman dengan bantal itu? Bukankah kau tidak bisa tidur dengan bantal yang tebal?”
Dong Joo menjawab ketus, ”Bantal ini masih nyaman dibandingkan dengan bantal di rumahmu itu.”
”Bantal ini mungkin lebih nyaman”, Da Ji menyerahkan bantalnya pada Dong Joo.
”Bantal ini mungkin lebih nyaman”, Da Ji menyerahkan bantalnya pada Dong Joo.
”Aku sudah bilang tidak apa-apa”, tolak Dong Joo.
Da Ji mengambil kembali bantalnya kemudian berkata, ”Hari ini kau sudah lelah. Terima kasih karena telah membantuku. Selamat malam.”
Flashback ke masa lalu.....
Da Ji sedang duduk disamping Dong Joo. Ia memperhatikan wajah Dong Joo yang masih tertidur pulas.
Sesaat Dong Joo terbangun, “Sedang melakukan apa?”
Da Ji tersenyum, ”Aku penasaran ingin melihat gaya tidurmu.”
”Penasaranmu itu sangat unik.” ucap Dong Joo sambil tersenyum.
”Kau tau, ternyata gaya tidurmu sangat lucu.”
Dong Joo bangun lalu mengecup bibir Da Ji, ”Untuk apa melakukan itu. Bukankah kelak selamanya kita akan tidur bersama.”
Da Ji malu karena tiba-tiba Dong Joo menciumnya, ”Aku belum menyikat gigiku.”
Dong Joo tersenyum, ”Tidak apa-apa. Suami istri memang seharusnya begitu.”
Dong Joo berbaring lagi dan meminta Da Ji untuk berbaring di lengannya. Da Ji malu, Dong Joo pun langsung menariknya dan memeluknya. (so sweet...)
Dong Joo terbangun, ia terkejut mendapati Da Ji yang masih tertidur di sampingnya. Ia ingin cepat-cepat duduk, namun niat itu diurungkan. Dong Joo berbaring lagi dan memperhatikan wajah Da Ji yang masih tertidur. Ia tersenyum melihat wajah lucu Da Ji saat tidur.
Sesaat mata Da Ji perlahan-lahan terbuka. Da Ji kaget melihat Dong Joo. Begitu jugan dengan Dong Joo. Mereka terlihat sama-sama salah tingkah dan cepat-cepat duduk.
Da Ji bertanya, ”Kau sudah bangun. Nenek di mana?”
Dong Joo menjawab, “Mungkin dia sudah bangun. Hei... mengapa ada wanita yang rambutnya seperti itu. Benar-benar berantakan!”
Da Ji kesal, “Karena baru bangun tidur makanya berantakan....!!”
Yun Ho bertemu dengan Assitennya. Assistennya memberitahu bahwa Mil Hye sudah pergi dan sudah menandatangi surat perceraian. Yun Ho melihat surat perceraian itu namun hatinya tak sepenuhnya tenang. Yun Ho bertanya pada assistennya mengenai rapat yang akan diadakan dijepang. Assistennya memberitahukan bahwa rapat itu akan diadakan akhir pekan ini. Yun Ho mengatakan bahwa ia akan datang.
Tuan Yang kembali ke rumahnya dan mendapati Dae Eun sedang membersihkan beberapa alat elektronik.
“Kenapa kau datang lagi? Apa yang kau lakukan?" tanya Tuan Yang.
“Aku sedang memilih sample produk yang akan dijual. Ahjussi, bisakah kau menjual barang-barang ini padaku dengan harga yang murah?”
”Apa yang kau katakan? Cepat pergilah!”
”Apakah Ahjussi tidak ingin berbisnis denganku? Aku akan membantumu mendapatkan banyak uang.”
”Uang...?”
Da Ji dan Dong Joo tiba di pelabuhan pulau Jeju. Dong Joo kesal karena ia harus membawa barang-barang Da Ji. Ia terus saja mengomel. Da Ji yang tidak tahan mendengar ocehan Dong Joo segera mengambil barang-barangnya dari Dong Joo. Tentu saja itu membuat Dong Joo senang. Da Ji kesal....
Yun Ho ternyata sudah menunggu Da Ji di dalam mobilnya. Ia keluar saat melihat kedatangan Dong Joo dan Da Ji. Tentu saja Dong Joo dan Da Ji terkejut melihat Yun Ho. Yun Ho tersenyum dan menghampiri Da Ji. Ia membantu membawakan barang-barang Da Ji lalu menyapa Dong Joo.
“Kenapa kau datang kemari?” tanya Da Ji.
“Aku menjemputmu agar kau bisa cepat beristirahat. Apa kau lelah? Lihat wajahmu pucat seperti itu.”
Da Ji tersenyum malu.
Yun Ho berkata pada Dong Joo, “Manajer Han Dong Joo, sebaiknya pulang bersama saja.”
Dong Joo menjawab dengan dingin, “Aku naik mobilku sendiri.”
Da Ji berkata pada Dong Joo, “Baiklah.. Kalau begitu sampai jumpa di rumah.”
Dong Joo kesal....
Dalam mobil Yun Ho dan Da Ji saling berdiam diri sesaat. Yun Ho membuka pembicaraan di antara mereka, “Wanita itu sudah pergi.”
Da Ji menatap Yun Ho tanpa sepatah katapun keluar dari mulutnya.
Yun Ho berkata lagi, ”Jika ada yang ingin kau tanyakan padaku tanyakan saja.”
Da Ji berkata, ”Apa kau tidak apa-apa?”
“Apa?” Yun Ho meraih tangan Da Ji dan mengenggamnya.
“Aku tidak baik-baik saja. Tanpamu pagi ini terasa tidak berarti. Semua terasa membosankan. Aku harus bagaimana?” ucap Yun Ho.
Mendengar itu Da Ji tersenyum, ”Ahjussi begitu merindukanku. Ini sudah sangat serius.”
Dong Joo langsung bekerja di kantornya. Assistennya melaporkan pada Dong Joo bahwa kompetisi balap kuda akan dimulai besok. Selain itu ia juga memberitahukan bahwa mantan istri Yun Ho sudah pergi.
”Nyonya Seo Yun Ho sudah pergi. Aku heran dengan selera Seo Yun Ho. Istrinya memiliki postur tubuh seperti model sedangkan postur tubuh orang ketiga (Da Ji) semua rata.”
Dong Joo marah mendengar Assisten Lee meremehkan Da Ji, ”Orang ketiga apa? Siapa orang ketiga itu? Seo Yun Ho sudah bercerai! Sudahlah.. kau keluarlah dulu.”
Sesaat setelah Assisten Lee keluar HP Dong Joo berdering. Dong Joo tersenyum lalu mengangkat telpon itu.
Jin Young dan rekan kerjanya sedang mendiskusikan proyek perusahaan. Dong Joo yang sedang menunggu Jin Young tertidur di sebuah kursi tidak jauh dari mereka. Rekan Jin Young kasihan melihat Dong Joo yang tidak dipedulikan Jin Young. Ia menyarankan agar Jin Young menemuinya dan tidak menghukum Dong Joo seperti itu.
Jin Young membawa 2 botol minuman lalu menghampiri Dong Joo. Ia sengaja membukakan minuman itu di depan Dong Joo sehingga Dong Joo pun terbangun.
Jin Young berkata pada Dong Joo, “Sebenarnya aku sangat kesal padamu. Namun ketika aku melihat wajahmu yang seperti ini aku merasa tidak apa-apa lagi. Aku tidak akan mempermasalahkannya hal itu lagi.”
Dong Joo bingung, “Apa maksudmu untuk tidak mempermasalahkan hal itu?”
“Iya, aku tidak ingin mempermasalahkannya lagi.”
“Apa yang kamu katakan?” Dong Joo masih tidak mengerti.
”Kemarin kau kemana? HP mu kenapa tidak bisa dihubungi?
Dong Joo bingung harus bagaimana menjelaskannya, ”Itu...”
”Aku sudah katakan tidak akan mempermasalahkannya. Kau bersikeras agar aku mengatakan padamu. Hei... wajahmu terlihat merasa bersalah. Apa telah terjadi sesuatu antara kau dan Da Ji?”
Dong Joo dengan cepat menjawab, ”Tidak ada. Kami hanya membantu memasang wallpaper di rumah Nenek yang tinggal seorang diri disana. Aku juga membantu memperbaiki atap rumahnya. Dan baterai HP ku habis.”
Jin Young tertawa mendengar penjelasan Dong Joo itu, ”Sudahlah... Kau terlihat seperti anak kecil saja saat memberikan penjelasan itu. Sebenarnya hatiku sedikit kesal karena kau pergi ke Yudo bersama Da Ji tanpa memberitahuku. Kalian sebenarnya sesibuk apa sampai-sampai tidak menelponku.”
Dong Joo tersenyum lalu berkata, ”Maaf.. Kelak jika aku akan pergi aku pasti akan memberitahumu. Aku juga akan selalu mengaktifkan HP ku.”
Dong Joo pulang larut malam dan dia mendapati Da Ji sedang tertidur di ruang tengah. Awalnya Dong Joo ingin langsung masuk ke kamarnya namun dia kasihan melihat Da Ji sehingga ia pun membangunkannya dan menyuruhnya tidur di kamar.
Da Ji melihat jam di Hpnya lalu berkata, ”Mengapa kau baru pulang?”
Dong Joo menjawab dengan dingin, ”Aku berjalan-jalan sampai lupa waktu.”
Da Ji mencium bau arak dari baju Dong Joo, ”Apa kau minum arak? Kau benar-benar sudah gila!”
Dong Joo menjawab, ”Aku minum arak atau tidak apa ada hubungannya denganmu?”
”Aku hanya khawatir lukamu bisa infeksi. Kau juga pernah bilang tidak boleh minum arak tengah malam.” Da Ji membela diri.
Dong Joo lagi-lagi berkata dengan ketus, ”Sudahlah... Jika kau ingin minum arak pergilah ke rumah Soe Yun Ho. Aku dengar istrinya sudah pergi.”
Mendengar itu Da Ji kesal, ”Kenapa kau berkata seperti itu?”
Dong Joo menjawab, ”Kita sudah sepakat untuk tidak mencampuri urusan pribadi masing-masing.”
Da Ji terdiam sesaat kemudian berkata, ”Sudahlah. Kau duduk dulu. Aku akan mengobati lukamu.”
”Tidak perlu”, tolak Dong Joo.
Da Ji semakin emosi, ”Demi mau mengobati lukamu aku sudah menunggumu sepanjang malam!”
”Siapa yang menyuruhmu menungguku!”
”Benar... Kau tidak menyuruhku menunggumu. Maaf... aku benar-benar minta maaf. Ini obat lukamu. Setengah jam setelah makan kau minumlah obat ini.”
Setelah mengatakan itu Da Ji pergi ke kamarnya.
Dong Joo masuk ke kamarnya dan membawa obat yang diberikan oleh Da Ji.
Hatinya tersentuh ketika ia mendapati bantal baru di atas lipatan kasurnya. Ia teringat kata-kata Da Ji di pulau Yudo,”Apakah kau nyaman dengan bantal itu? Bukankah kau tidak bisa tidur dengan bantal yang tebal?”
Dong Joo berkata pada dirinya sendiri, “Selalu saja begini, membuat hati orang jadi kacau.”
Pagi harinya Da Ji sedang menyiram tanaman di depan rumahnya. Dong Joo menghampiri Da Ji.
“Wah... Jika ada hujan maka tanaman-tanaman ini bisa tumbuh dengan subur. Hm... Bantalnya benar-benar nyaman. Hari ini sepertinya kau banyak kerjakan. Jika mau aku bisa membantumu.”
Da Ji tidak menyadari kehadiran Dong Joo karena terlalu asyik menyirami tanaman-tanaman itu sehingga ia tidak merespon kata-kata Dong Joo. Melihat itu Dong Joo sedikit kesal.
Da Ji berlari menghampri Yun Ho di bawah pohon tempat mereka sering bertemu dan berteriak, “Stop... Stop..!! Kau melihat jam tangan lagi. Aku hanya terlambat 5 menit.”
Yun Ho berkata, ”Kau terlambat 6 menit.”
Da Ji duduk di kursi dan berkata, ”Ahjussi... Saat kau bersamaku hal yang sering kau lakukan adalah melihat jam tanganmu. Aku tau kau sangat sibuk. Selalu melihat jam tangan di depan kekasih itu merupakan perbuatan yang benar-benar tidak sopan.”
Yun Ho berkata, “Benarkah... aku sungguh tidak sopan. Ini masalah yang sudah serius.”
Yun Ho melepaskan jam tangannya dan memakaikanya di tangan Da Ji.
“Baiklah... Aku sering melihat jam tanganku. Sedangkan kau jarang melihat jam. Kalau jam ini ada padamu seperti ini maka sudah bukan masalah lagi. Benarkan?”
Da Ji tersenyum melihat jam tangan Yun Ho di tangannya.
”Jam ini sangat bagus. Kau tidak boleh mengambilnya kembali.”
”Aku masih mempunyai banyak jam tangan. Pakai saja ini jika kau mau.”
Da Ji berniat melepaskan jam tangan itu dari tangannya. Namun Yun Ho menghentikannya.
”Ini hadiah. Meskipun tidak mahal tapi jam ini khusus di buat oleh ahli jam tangan di Swiss. Ini satu-satunya jam yang paling aku sukai.”
Da Ji berusaha menolak, ”Ah tidak... Mana boleh Ahjussi memberikan satu-satunya barang yang paling di sukai kepadaku.”
Yun Ho menjawab, ”Karena aku menyukainya makanya memberikan ini padamu.”
Da Ji terlihat senang mendengarnya..
Yun Ho berkata lagi pada Da Ji, “Da Ji... Ayo pergi berlibur bersamaku. Kau dan aku. Hanya kita berdua saja.”
Da Ji kaget mendengar itu.
Di ruang rapat Assissten Lee sedang mempresentasikan hal-hal yang harus dilakukan Resort untuk mengambil hati para penduduk. Dong Joo dan Yun Ho juga ikut dalam rapat itu. Dong Joo bertanya pada Yun Ho mengenai kegiatan Resort yang dipresentasikan oleh Assistennya.
Yun Ho tersenyum lalu berkata, “Ide ini sangat bagus.”
Yun Ho tersenyum lalu berkata, “Ide ini sangat bagus.”
Dong Joo membaca berkas rapat itu dan kaget karena dalam berkas itu Resort akan merekrut karyawan baru. Assisten Lee menjelaskan bahwa Resort membutuhkan karyawan baru yang berpengalaman, mengerti kuda dan bisa dekat dengan penduduk. Dong Joo dengan cepat mengusulkan satu nama yaitu Lee Da Ji karena dia mengerti kuda dan bisa bersosialisasi dengan para penduduk. Yun Ho terlihat tidak senang mendengar Dong Joo mengusulkan Da Ji sebagai kandidat karyawan baru yang paling cocok.
Dong Joo kemudian menutup rapat, “Baiklah rapat sampai disini. Sampai jumpa pada rapat selanjutnya.”
Yun Ho berkata, “Jadwal rapat berikutnya harus diatur lagi karena aku harus dinas ke jepang selama 3 hari 2 malam.”
“Baiklah kalau begitu”, ucap Dong Joo.
Da Ji sedang melihat-lihat buku panduan wisata ke Jepang di ruang tengah rumahnya. Da Ji teringat kejadian tadi pagi saat bersama Yun Ho.
Yun Ho memberikan buku panduan wisata ke Jepang pada Da Ji.
“Di dekat hotel, ada peternakan kuda yang terkenal. Kita bisa berkunjung kesana nanti dan bertemu dokter kuda untuk mengobati Paulist.”
”Mengobati Paulist?” Da Ji tampak tertarik.
”Iya, dokter itu pernah merawat banyak kuda yang kondisinya seperti Paulist. Sebenarnya dia sangat sibuk dan susah di temui. Tapi dia menyempatkan diri untuk menemui kita. Kita sangat beruntung.”
Da Ji tersenyum senang mendengar ucapan Yun Ho itu.
Yun Ho berkata lagi, ” Pertama-tama kita hanya perlu merekam Paulist agar dokter itu bisa melihat kondisinya. Baru kemudian meminta sarannya.”
Da Ji tersenyum sendiri mengingat kejadian itu. Ia berkata pada dirinya sendiri, ” Mengunjungi peternakan, meminta saran untuk pengobatan Paulist, dan jalan-jalan bersama Ahjussi. Tunggu... Jika ini perjalanan 3 hari 2 malam.... Ah... Apa yang aku pikirkan??”
Tiba-tiba Dong Joo datang membuyarkan lamunan Da Ji. Da Ji dengan cepat menyembunyikan buku panduan wisata ke Jepang itu. Dong Joo langsung menghampiri Da Ji dan memberikan formulir pada Da Ji, “Ini formulir untuk lamaran pekerjaan paruh waktu. Kau tidak perlu berterima kasih padaku.”
Da Ji berkata dengan kesal, “Sudahlah... Jadwalku untuk bekerja paruh waktu sudah penuh!”
Da Ji segera melangkah meninggalkan Dong Joo menuju kamarnya.
”Hei... Apa kau tidak bisa melihatnya terlebih dulu!”
Dong Joo segera mengambil formulir itu dan tiba-tiba matanya tertuju pada buku panduan wisata ke Jepang dan langsung mengambilnya.
Dong Joo teringat pada ucapan Yun Ho yang akan pergi dinas ke Jepang selama 3 hari 2 malam.
”Hei Lee Da Ji... Apakah kau akan pergi ke Jepang?”
Da Ji terkejut mendengar pertanyaan Dong Joo itu.
Bersambung.......
Wah... udah lama nungguin Eps Paradise Ranch.. Akhirnya muncul juga... ^_^
BalasHapusLanjut ya sampe episode terakhir.
Gomawoyo..
Akhirnya datang juga hehehe.
BalasHapusKeep fighting buat sinopsisnya.