Wajah Yun Ho semakin mendekat di wajah Da Ji. Mata mereka sama-sama terpejam. Namun tiba-tiba saja mereka di kejutkan oleh suara ketukan pintu. Spontan saja mereka membukakan mata dan terlihat sama-sama salah tingkah.
”Iya .. masuk saja”, Yun Ho yang masih terlihat salah tingkah mempersilahkan orang yang mengetuk pintu itu masuk.
Dan ternyata dia adalah Assisten Yun Ho. Assisten Yun Ho berkata, ”Ada telpon dari direktur.”“Baiklah...”, jawab Yun Ho.
Yun Ho tersenyum lalu pamit kepada Da Ji , “Tunggu sebentar ya..”Da Ji mengangguk sambil tersenyum. Yun Ho dan assistennya pun beranjak pergi dari ruangan itu. Da Ji yang tinggal seorang diri di ruangan itu masih terlihat nervous. Ia meneguk wine di gelasnya kemudian memegang pipinya lalu berkata seorang diri, “Kenapa aku jadi begini tegang.”
Beberapa saat kemudian Yun Ho kembali ke ruangan itu dan ia mendapati Da Ji yang sudah tertidur lelap di atas sofa. Yun Ho hanya tersenyum. Kemudian Yun Ho mengambil selimut dan menyelimutkannya pada Da Ji. Yun Ho duduk di samping Da Ji. Ia memperhatikan Da Ji yang sudah tertidur lelap.
Ia tersenyum lalu berkata sendiri, “Ternyata sudah tertidur.”
Di kamarnya, Dong Joo yang masih mengenakan baju hitam pemberian Da Ji terbaring sambil terus berpikir. Ia kemudian duduk dan melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan jam 1 pagi.
Ia menggerutu kesal, “Sudah hampir pagi, tapi ia belum juga pulang, DASAR....”
Ia melihat baju yang ia kenakan, lalu kembali mengomel sendiri, “Siapa bilang baju hitam ini cocok untukku?” Lalu dengan kesal ia melepaskan baju yang ia kenakan itu. Ia terus saja menggerutu kesal, “Baju hitam sama sekali tidak cocok untukku. Aku sangat benci warna hitam!!”
Da Ji tersadar dari tidurnya. Ia kaget karena mendapati dirinya tertidur di tempat Yun Ho. Ia pun segera bangkit duduk. Yun Ho yang dari tadi terus menunggui Da Ji sambil membaca-baca buku hanya tersenyum melihat Da Ji sudah bangun. Da Ji melihat jam di hp nya dan ia kaget karena waktu sudah hampir pagi.
“Gawat... Kenapa tidak membangunkanku?”Tanya Da Ji pada Yun Ho.
Yun Ho menjawab sambil tersenyum, “Kau mendengkur dengan keras.”
Da Ji tersipu malu mendengarnya. Yun Ho kembali tersenyum lalu berkata, “Kudengar hari sabtu ini di peternakan tidak akan ada para turis yang datang. Temanku dari New York akan datang ke Seoul untuk melakukan pertunjukan. Bisakah kita pergi melihat pertunjukkan itu bersama?”
Da Ji kaget bercampur senang mendengarnya, ia pun menjawab, ”Iya... Baiklah..”
Yun Ho tersenyum, ”Baiklah...Kalau begitu sekarang aku antar kau pulang.”
Da Ji mengendap-endap masuk ke dalam rumahnya agar tidak diketahui oleh Dong Joo. Da Ji kaget ketika di ruang tengah ia mendapati Dong Joo sedang berdiri sambil bertolak pinggang.
Dong Joo bertanya dengan sinis, “Kenapa... Apa kau melihat hantu?”
Da Ji balik bertanya dengan santai, “Kau belum tidur?”
Dong Joo melihat jam tangannya, ia menghela nafas lalu beranjak pergi menuju kamarnya.
Da Ji merasa lega ketika Dong Joo pergi ke kamarnya. Ia pun bergegas ke kamar tapi belum sampai ia naik ke kamarnya, Dong Joo keluar dari kamar dan melemparkan baju hitam pemberian Da Ji ke arah badan Da Ji.
Dong Joo berkata, “Aku tidak memakai benda seperti ini!!”
Setelah mengatakan itu Dong Joo kembali ke kamarnya. Da Ji kaget dan kesal melihat sikap Dong Joo itu.
Yun Ho baru selesai mandi, ia tersenyum melihat hadiah kemeja motif bunga-bunga yang diberikan oleh Da Ji padanya. Yun Ho lalu menggantungkan kemeja itu dalam lemari pakaiannya di antara kemeja-kemejanya yang polos. Yun Ho tertawa sendiri melihat kemeja itu.
Pagi hari Da Ji dan Yun Ho bertemu kembali di bawah pohon. Yun Ho memberikan hadiah dress hitam dan sepasang sepatu kepada Da Ji.
Yun Ho berkata, “Aku rasa kamu cocok memakai dress ini, makanya aku membelikan ini untukmu. Kau menyukainya tidak?”
Da Ji menjawab dengan senang, “Terima kasih, Ahjussi... Baju ini sangat cantik. Tapi aku rasa aku tidak ada kesempatan untuk memakai baju ini.”
Yun Ho berkata, “Kau pakai baju ini saat kita menyaksikan pertunjukan itu nanti.”
Da Ji bertanya, ”Ahjussi.. Apakah aku harus memakai baju ini ke acara itu? Jika....”
Yun Ho dengan cepat memotong ucapan Da Ji, ”Bukan seperti itu. Aku memberikan hadiah ini karena kau juga telah memberikan hadiah kepadaku.”
Yun Ho lalu membuka jaketnya lalu menunjukkan kemeja pemberian Da Ji yang di kenakannya. Yun Ho bertanya, ”Bagaimana?”
Da Ji tertawa lalu berkata, ”Sangat cocok dengan Ahjussi. Tapi kenapa kau menutupnya dengan jaket?”
Yun Ho menjawab, ”Karena aku tidak rela jika orang lain melihatnya. Aku hanya ingin melihatnya sendiri.”
Da Eun sedang meroll rambut Da Ji. Da Ji tampak kesakitan dengan roll rambut itu.
Da Eun berkata, ”Rambutmu bisa ditata dan kau bisa berdandan. Tapi, bagaimana dengan dadamu yang datar itu?”
Da Ji terang saja kesal, ”Hei.. jangan menghina. Dadaku seperti ini sudah cukup bagus!”
Da Eun terdiam sejenak, lalu berkata, ”M... yang penting kita coba dulu rambutmu ini.”
Da Eun melepaskan roll rambut Da Ji... dan ternyata rambut Da Ji malah makin hancur. Rambutnya makin mengembang dan acak-acakan.
Da Ji kesal, ”Yaaaa....Ini apa, kepalaku ini bukan kepala singa!!”
Da Eun lalu mengepang rambut Da Ji, namun Da Ji protes karena itu kekanak-kanakan. Da Eun mencoba menata rambut Da Ji dengan berbagai macam model. Namun semua tidak cocok untuk Da Ji sehingga akhirnya dia memilih model rambutnya yang biasa. Da Ji memakai lipstik pink, tapi di hapusnya karena tidak cocok dengannya. Kemudian Da Ji mencoba memakai ped Bra agar dadanya tidak terlihat datar.... tapi ia melepaskannya karena itu benar-benar konyol (hehehehehe...)
Dong Joo sedang duduk di lobi menunggu Jin Young sambil membaca majalah. Jin Young datang dengan dandannya yang cantik. Dong Joo tampak terkesima sehingga berpura-pura tidak mengenal Jin Young.
"Maaf.... Anda ini siapa?"
Jin Young tersenyum dan balik bertanya, "Apakah aku berdandan terlalu berlebihan?"
Dong Joo tersenyum. Mereka pun lalu masuk ke ruangan pertunjukan itu. Tiba-tiba dari jauh mata Dong Joo tertuju pada Yun Ho dan Da Ji yang ternyata sudah di dalam ruangan itu. Yun Ho melihat Da Ji dari kaki sampai kepala. Da Ji tampak cantik dengan dress hitam yang ia kenakan. Dong Joo tidak senang melihat kemesraan antara Da Ji dan Yun Ho. Jin Young berkata, “Oppa (Yun Ho) juga datang kemari?” Lalu mereka berdua menghampiri Da Ji dan Yun Ho.
Jin Young bertanya, ”Kapan datang?”
Da Ji kaget melihat kedatangan Dong Joo bersama Jin Young itu. Yun Ho dan Dong Joo saling menyapa. Dong Joo menatap Da Ji dengan sinis.
Yun Ho berkata pada Jin Young, ”Aku hampir saja tidak mengenalmu.”
Jin Young pun berkata, ”Sepertinya yang berubah itu bukan saja aku. Nona Da Ji juga terlihat sangat cantik.”
Da Ji tersenyum malu-malu, ”Terima kasih pujiannya.”
Senyuman Da Ji hilang melihat tatapan kesal Dong Joo padanya.
Teman Yun Ho dan Jin Young datang dan langsung menyapa mereka.
Ia merangkul Yun Ho dan Jin Young lalu berkata, “Setelah bertengkar beberapa tahun yang lalu, tidak disangka akhirnya kalian sudah menjadi pasangan.”
Dong Joo, Da Ji, Yun Ho dan Jin Young tentu saja kaget mendengarnya. Mereka bingung bagaimana menjelaskannya.
Dong Joo lalu merangkul Jin Young lalu berkata, “Dia adalah pasanganku. Apa kabar...? Aku adalah Han Dong Joo.”
Teman Yun Ho dan Jin Young bingung dan salah tingkah karena kesalahpahamannya itu.
Yun Ho berkata pada temannya itu, “Ini adalah Lee Da Ji. Dia adalah kekasihku.”
Dong Joo telihat kurang senang mendengar itu.
Mereka berempat pun duduk di meja yang sama sambil menyaksikan pertunjukan musik. Dong Joo membantu menuangkan wine di gelas Jin Young. Da Ji terlihat sedikit jealous melihat itu. Jin Young memperhatikan tatapan Da Ji kepada Dong Joo sehingga membuat Da Ji salah tingkah. Da Ji pun segera meneguk wine di gelasnya. Yun Ho melihat sisa wine di sudut bibir Da Ji. Ia mengambil tissue lalu membantu Da Ji mengelapnya. Da Ji hanya tersenyum malu. Hal ini tentu saja membuat Dong Joo kesal. Da Ji kembali meneguk winenya. Dong Joo semakin kesal melihat Da Ji kebanyakan minum wine. Dong Joo memberi isyarat kepada Da Ji agar tidak minum wine lagi. Da Ji tidak mengerti isyarat yang diberikan oleh Dong Joo.
Dong Joo lalu mengirimi Da Ji sms, “Kau sudah minum empat gelas. Apa kau ingin mabuk dan membuat hal-hal gila lagi ?!”
Da Ji membaca sms itu dengan kesal lalu membalasnya, “Aku tidak akan seperti itu. Kau uruslah pacarmu saja!” Tentu saja sms itu membuat Dong Joo semakin kesal.
Jin Young yang melihat Da Ji banyak meminum wine berkata, “Kelihatannya Nona Da Ji mampu minum wine yang banyak. Aku saja yang sudah minum dua gelas sudah merasa mabuk.” Yun Ho tersenyum mendengar itu lalu kembali menuangkan wine kegelas Da Ji, “Aku sendiri tidak tau dia begitu tahan minum wine. Jika dia mabuk pasti akan terlihat lebih menarik.”
Dong Joo yang melihat Yun Ho menuangkan wine ke gelas Da Ji menggerutu kesal dalam hati, “Apa yang diinginkan orang ini? Kenapa kembali menuangkan wine itu kegelasnya?”
Dong Joo lalu bertanya kepada Jin Young, “Pertunjukkan ini kapan selesainya?”
Jin Young menjawab, “Sepertinya jam 10.”
Dong Joo terlihat agak kesal karena pertunjukkan itu akan selesai agak larut malam. Dong Joo lalu menatap Yun Ho dengan tatapan tidak senang dan bergumam dalam hati, “Cara orang ini menatap wanita seperti ingin memakannya saja.”
Da Ji berjalan keluar dari ruangan itu dan beberapa laki-laki menatap dirinya karena pakaian yang ia kenakan. Dong Joo yang sudah berada di luar memperhatikan hal itu lalu ia menarik tangan Da Ji dengan kasar dan membawanya pergi. Da Ji tentu saja kesakitan. Dong Joo lalu melepaskan tangan Da Ji dan berkata dengan kasar, “Kau tidak bisa membedakan air dan wine sehingga kau terus saja meminumnya!!”
Da Ji kesal lalu bertanya, “Kenapa kau selalu saja mencari masalah denganku?”
Dong Joo kembali membentak dengan kasar, “Kenapa kau minum banyak sekali? Jika kau mabuk, lalu kau mau tidur di mana hah??!”
Da Ji pun balas membentak, ”Aku mabuk dan harus tidur di mana itu bukan urusanmu!! Kenapa kau membenci Ahjussi? Aku tau perasaanmu, karena hubungan Jin Young dan Ahjussi kan? Aku juga sedikit tidak nyaman akan hal ini, tapi itu hanya masa lalu.”
Dong Joo berkata kasar, "Apa kau mengerti perasaanku? Seberapa besar kau mengerti? Aku bukan hanya membenci Yun Ho. Aku juga benci melihat kau bersamanya.”
Da Ji bingung mendengarnya, ”Apa yang kau maksud?”
Dong Joo bingung bagaimana menjelaskannya karena ia keceplosan berbicara, ”Maksudku.... Seo Yun Ho itu membuat aku mual sampai-sampai menghilangkan selera makanku.”
Da Ji tentu saja marah mendengar itu lalu bertanya, ”Apa kau menyukaiku?”
Dong Joo kaget mendengar itu, ”Apa?”
Da Ji kembali berkata, ”Kau selalu marah kepada Ahjussi...”
Dong Joo terang saja tidak terima, “Kau ini sungguh lucu! Hanya karena Seo Yun Ho menyukaimu lalu kau merasa hebat. Bukan kah kau tau aku ini sudah mempunyai kekasih. Lagipula kau ini bukanlah tipeku!!”
Da Ji kesal, “Kau juga bukanlah tipeku!!”
Dong Joo lalu memperhatikan penampilan Da Ji lalu bertanya, “Apakah kau merasa cocok memakai pakaian sepeti ini? Lebih baik kau kemari tanpa memakai baju saja!”
Dong Joo lalu memperhatikan penampilan Da Ji lalu bertanya, “Apakah kau merasa cocok memakai pakaian sepeti ini? Lebih baik kau kemari tanpa memakai baju saja!”
Da Ji sangat marah, “Lebih baik kau katakan kata-kata itu kepada pacarmu saja. Orang yang lebih pantas tidak memakai baju itu adalah pacarmu. Dadanya terlihat hampir keluar saja dengan baju yang dipakainya itu.”
Dong Joo kesal, “Jin Young mempunyai tubuh yang bagus. Tidak seperti kau yang tubuh bagian depan dan belakang tidak bisa dibedakan karena sama-sama rata!”
Da Ji benar-benar kesal, “Apa?? “
Da Ji karena kesal langsung menendang kaki Dong Joo. Dong Joo memegang kakinya sambil meringis kesakitan. Da Ji kembali berkata dengan nada kesal, “Kau sama sekali tidak berubah sama seperti 6 tahun yang lalu. Memangnya ini zaman apa, hanya melihat orang dari dadanya saja!!”
Dong Joo yang masih kesakitan membentak Da Ji, “Hei... Apa kau sudah gila?!”
Da Ji berteriak, “Yang gila itu KAU. Dasar otak cabul. Kau tenggelam saja dalam dunia dada besarmu itu!!!”
Setelah mengatakan itu Da Ji pergi meninggalkan Dong Joo dengan kesal. Dong Joo kaget mendengar ucapan Da Ji itu.
Da Ji pergi ke toilet dan membasuh wajahnya. Ingatannya kembali pada kejadian 6 tahun yang lalu.
Flashback...
Dong Joo menatap dirinya di cermin dan dia melihat bentuk perut dan dadanya yang atletis. Ketika melihat Da Ji yang baru keluar dari kamar mandi, Dong Joo langsung melompat ke tempat tidur. “Kemarilah”, Kata Dong Joo meminta Da Ji duduk di tempat tidur di sampingnya.
Flashback...
Dong Joo menatap dirinya di cermin dan dia melihat bentuk perut dan dadanya yang atletis. Ketika melihat Da Ji yang baru keluar dari kamar mandi, Dong Joo langsung melompat ke tempat tidur. “Kemarilah”, Kata Dong Joo meminta Da Ji duduk di tempat tidur di sampingnya.
Da Ji menolak karena dia harus mengerjakan tugas. Dong Joo menarik tangan Da Ji hingga membuat Da Ji terduduk di atas tempat tidur.
Kemudian Dong Joo berkata, ”Nanti saja.”
Akhirnya Da Ji duduk di samping Dong Joo dan tersenyum malu-malu. Kemudian mereka saling berpelukan. Dong Joo tersenyum senang penuh kemenangan. Tiba-tiba tangan Dong Joo mendarat ke dada Da Ji (hahahahahaha....) Itu membuat Da Ji kaget dan melepaskan pelukannya. Dong Joo kaget bercampur malu.
Da Ji bertanya dengan ketakutan, ”Kau... kenapa tanganmu memegang itu?”
Dong Joo menjawab, ”Memang kenapa? Kita adalah suami-istri.”
Da Ji berkata lagi, ”Tetap saja tidak bisa.”
Dong Joo bingung harus bagaimana menjelaskannya pada Da Ji, ” Sebenarnya.... Dadamu itu tidak ada bedanya dengan dadaku. Mungkin dadaku lebih besar dari dadamu.”
Da Ji terlihat bingung dan kecewa. Dong Joo terdiam sejenak lalu berkata, ”Kamu juga boleh memegang dadaku jika kau mau.”
Da Ji terlihat kecewa dan hampir menangis, ”Dadamu lebih besar?”
Dong Joo dengan cepat menjawab mencoba, ”Bukan...bukan itu maksudku.”
Da Ji menangis dan langsung berbaring di tempat tidur sambil menutupi wajahnya dengan bantal. Dong Joo merasa bersalah karena keceplosan bicara, ia lalu berusaha menenangkan Da Ji. Da Ji berkata, ”Aku merasa sangat malu. Jadi, bisakah kau meninggalkanku sendiri? Aku mohon.....”
************************************************
Da Ji menatap dirinya di cermin lalu berkata dengan kesal, “Kenapa dengan dadaku? Sudah terlihat cukup bagus. Hanya terihat sedikit......”
Tiba-tiba seorang wanita masuk ke toilet itu. Da Ji langsung saja melihat ke arah dada wanita itu. Da Ji minder karena dada wanita itu lebih besar dari dadanya. Ia pun dengan cepat meninggalkan toilet itu.
Sementara itu, Jin Young dan Yun Ho masih berada di ruangan pertunjukkan musik.
Jin Young berkata kepada Yun Ho, “Da Ji sepertinya kaget. Sebaiknya kau jelaskan padanya bahwa akulah yang dulu menyukaimu dan selalu mengejarmu.”
Yun Ho tersenyum lalu berkata, “Manajer Han Dong Joo lebih tenang dari yang aku kira.”
Jin Young kembali berkata, “Akhirnya dia tau juga tentang hubungan kita. Aku berpikir setelah dia tau, itu akan membuat kita merasa tidak nyaman satu sama lain jika bertemu lagi.”
Yun Ho berkata, “Jika hanya dipikirkan ini malah makin susah untuk dipahami. Harus bisa menghadapi kenyataan dan menempatkan diri diposisi masing-masing. Manajer Han adalah orang yang berpikiran luas.”
Setelah pertunjukkan itu selesai, mereka berempat pun keluar dari ruangan itu. Sebuah taksi sudah datang dan berhenti di depan pintu keluar.
Yun Ho berkata, ”Kalian pulanglah dulu.”
Dong Joo menjawab, ”Sebaiknya kalian saja yang pulang dulu.”
Yun Ho kembali berkata, ”Aku harus lembur malam ini karena masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan. Dan kami juga ingin berbincang-bincang berdua di bar.”
Dong Joo terlihat tidak senang mendengar itu karena sudah larut dan harusnya Da Ji pulang.
Jin Young berkata kepada Da Ji, ”Sampai bertemu di pulau Jeju nona Da Ji.”
Da Ji menjawab sambil tersenyum, “Sampai jumpa.”
Jin Young pun masuk ke dalam taksi itu. Dong Joo menatap Da Ji tajam lalu ia pun masuk ke dalam taksi. Taksi itu bergerak meninggalkan Yun Ho dan Da Ji.
Yun Ho menghela nafas lalu berkata pada Da Ji, “Jika ada yang ingin kau ketahui, maka tanyakanlah padaku sekarang.” Da Ji terdiam sejenak lalu bertanya dengan ragu-ragu, “Nona Jin Young itu pacar yang ke berapa ya? Jika cinta pertamamu itu saat kau berusia 15 tahun,......”(Da Ji lalu mulai menghitung-hitung dengan jarinya). Lalu Da Ji kembali bertanya dengan muka kesal, “Sebenarnya Kau mempunyai berapa banyak pacar?”
Yun Ho tentu saja tertawa melihat tingkah Da Ji yang terlihat cemburu itu. Sementara itu, Dong Joo mengantarkan Jin Young sampai ke penginapannya.
Jin Young bertanya, ”Bagaimana jika kau minum teh dulu baru pulang?”
Dong Joo tertawa lalu menjawab dengan lembut, ”Aku dengar jika minum teh tengah malam bersama pacar itu bukanlah hal yang baik. Masuklah... Kau pasti lelah..”
Jin Young lalu meraih tangan Dong Joo, ”Aku tidak tau kau begitu mencemaskan aku. Ada banyak hal yang belum kukatakan padamu. Aku merasa takut, bagaimana aku harus mengatakannya?”
Dong Joo menjawab sambil tersenyum, ”Tidak apa-apa. Kelak kita pasti akan lebih bahagia dan hanya dipenuhi senyuman dan tawa saja”
Jin Young tiba-tiba saja mencium pipi Dong Joo. Dong Joo tersenyum.
Da Ji dan Yun Ho sedang berbincang di sebuah bar.
Da Ji berkata, “Perutku terasa sakit karena tadi makan steak sapi.”
Yun Ho bertanya, ”Apakah tidak apa-apa. Bagaimana kalau pergi ke rumah sakit saja?” Da Ji dengan cepat menjawab, ”Ah....tidak... Tidak perlu khawatir. Walaupun seluruh orang di dunia ini keracunan, aku adalah satu-satunya orang yang akan baik-baik saja.”
Yun Ho hanya tersenyum mendengar ucapan Da Ji itu. Yun Ho lalu berkata lagi, ”Kau cantik sekali.”
Da Ji tersenyum lalu dengan PD nya berkata, ”Aku tau...”
Tiba-tiba HP Yun Ho berdering lalu ia permisi kepada Da Ji untuk mengangkatnya. Da Ji lalu mengeluarkan HP nya dan melihat jam. Ternyata waktu sudah jam 11:24 malam. Ia pun bergumam sendiri, ”Tidak boleh pulang terlalu larut malam.”
Seorang pelayan bar mengantarkan kertas tagihan ke meja mereka. Da Ji penasaran berapa banyak uang yang harus dikeluarkan untuk minum bir di bar itu, lalu ia pun membukanya. Da Ji kaget karena melihat kunci sebuah kamar hotel yang sudah di pesan oleh Yun Ho. Ia sangat panik...
Yun Ho kembali setelah mengangkat telpon itu. Yun Ho tersenyum pada Da Ji dan meminta maaf karena harus mengangkat telpon itu. Da Ji membalas senyuman Yun Ho dengan ragu-ragu dan sedikit rasa takut. (wkwkwkwkwkwkkkkk...........)
Dong Joo pulang ke rumah orang tuanya. Dong Joo sedang makan buah-buahan segar bersama Kakek dan Ibunya. Kakek memuji hasil kerja keras Dong Joo. Ibu Dong Joo sedikit khawatir dengan keadaan Dong Joo yang sedikit kurus. Namun Dong Joo mengatakan ia baik-baik saja. Kakek memberikan motivasi kepada Dong Joo agar tetap bekerja keras untuk mendapatkan kesuksesan. Kakek juga bangga karena Dong Joo telah banyak membantu penduduk desa seperti menyelamatkan kuda, membeli gandum, dan membantu para Ahjumma nelayan. Dong Joo mengelak dan ia mengatakan bahwa penduduk itulah yang banyak membantunya. Kakek penasaran siapa para penduduk desa yang telah menbatu Dong Joo itu. Ibu Dong Joo hanya diam, karena ia tau bahwa yang dimaksud oleh Dong Joo itu adalah Da Ji dan tetangga-tetangganya.
Dong Joo masuk ke kamarnya. Dan ia sangat senang karena ia bisa kembali ke kamarnya yang besar di banding kamar yang biasa ditempatinya di rumah Da Ji. Namun beberapa detik kemudian ia terlihat kesal lagi karena teringat Da Ji bersama Yun Ho, “Begitu keras kepala, tanpa mempertimbangkan apapun, pergi keluar larut malam bersama laki-laki.”
Beralih ke scene Da Ji dan Yun Ho di bar...
Yun Ho mengelus-elus tangan Da Ji. Da Ji yang salah tingkah menarik tangannya dan berpura-pura mengambil cemilan di meja. Da Ji makan cemilan itu dengan cepat sekali karena panik. Yun Ho lalu bertanya, ”Kenapa kau makan seperti itu?”
Da Ji menjawab sambil mencoba tersenyum, “Maaf, aku tidak sopan saat makan....”
Yun Ho hanya tersenyum lalu berkata lagi, ”Di sini merasa sangat bosan. Bagaimana kalau kita pergi ke tempat lain saja?”
Da Ji semakin panik dan balik bertanya, “Mau pergi kemana?”
Yun Ho bertanya lagi, ”Kau sendiri mau pergi kemana?”
Da Ji menjawab, ”Tidak ada...., tapi aku merasa di sini lumayan bagus.”
Yun Ho berkata, ”Aku ingin pergi ke tempat yang agak tenang. Ayo kita keluar...” Da Ji kaget. Da Ji berpikir sebentar lalu dengan cepat berkata, ”Ahjussi...., Itu......., Ayahku saat ini sedang menungguku. Makanya aku......”
Yun Ho menghela nafasnya lalu berkata kepada Da Ji, ”Aku tidak ingin membiarkan kau pergi.” Da Ji terlihat semakin panik.
Sementara itu, Dong Joo tidak bisa memejamkan matanya. Ia begitu gelisah karena teringat pada Da Ji. Lalu ia duduk dan berkata pada dirinya sendiri, “Baiklah.... Han Dong Joo hanya bertanggungjawab pada kehidupannya sendiri. Kehidupan Lee Da Ji.... Dia sendirilah yang memutuskannya. Ini sudah berakhir...” Setelah berkata seperti itu, Dong Joo pun melanjutkan tidurnya.
Da Ji dan Yun Ho berjalan bersama menyusuri trek pacuan kuda.
Da Ji berkata, “Sayang sekali... waktu berlalu begitu cepat.”
Yun Ho tersenyum, “Sebenarnya... Hari ini aku ingin menghabiskan hari-hariku bersamamu.”
Da Ji terlihat bingung mendengar kata-kata Yun Ho itu.
Yun Ho tersenyum, ”Reaksimu yang seperti itu membuat aku tidak nyaman.”
Da Ji tersenyum ragu-ragu. Lalu Da Ji berkata, ”Apakah aku terlihat seperti anak kecil?”
Yun Ho hanya tersenyum. Beberapa saat kemudian mereka tiba di tempat tinggal Da Ji. Da Ji mengatakan bahwa ia akan menginap di sana.
Yun Ho berkata, ”Baiklah... besok aku akan menjemputmu. Tidurlah yang nyenyak.”
Da Ji mengangguk dan tersenyum menatap Yun Ho.
Da Ji berkata lagi, ”Ahjussi... Bagaimana jika kita berjalan satu putaran lagi?”
Yun berkata, ”Jangan biarkan ayahmu menunggu terlalu lama. Cepatlah masuk....”
Da Ji pergi sambil berlari-lari kecil. Namun ia berhenti dan membalikkan badan. Lalu berlari menghampiri Yun Ho. Da Ji menatap Yun Ho lalu mencium kening Yun Ho (hahahahahha....). Setelah itu Da Ji membalikkan badan lagi dan hendak pergi. Namun Yun Ho meraih tangan Da Ji dan menarik Da Ji ke arahnya lalu berkata, “Apakah aku ini terlihat seperti anak kecil?”
Da Ji tampak bingung. Yun Ho lalu memeluk Da Ji dan mencium bibirnya......
Da Ji masuk ke kamar Ayahnya dan mendapati ayahnya sudah tertidur. Da Ji membetulkan selimut Ayahnya. Ia duduk dan terdiam sesaat. Lalu ia menyentuh bibirnya dan tersenyum.
Sementara, Yun Ho sedang berada di kamar hotelnya dan meminum wine. Ia melihat sekeliling kamarnya yang sudah ditata untuk menjamu Da Ji lalu tersenyum sendiri. (Wah ternyata Yun Ho pengen ngasih Da Ji surprise). Tiba-tiba HP nya berbunyi dan ternyata itu adalah SMS dari Da Ji, yang mengiriminya sebuah gambar hati. Yun Ho tersenyum
Pagi harinya Yun Ho sudah mendatangi tempat pacuan kuda dimana Ayah Da Ji bekerja. Yun Ho dan ayah Da Ji sedang mengobrol. Mereka banyak membicarakan tentang Kuda.
Da Ji yang masih semrautan karena baru bangun dari tidurnya keluar dari kamarnya. Ia terkejut melihat Yun Ho sudah datang dan mengobrol dengan Ayahnya. Da Ji lalu menghampiri mereka. Da Ji meyapa Yun Ho, “Ahjussi...”
Ayah Da Ji yang melihat itu langsung bercanda, “Di matamu hanya ada Yun Ho saja sampai Ayah pun tidak kau lihat.”
Da Ji dan Yun Ho tertawa.
Ayah Da Ji berkata kepada Yun Ho, “Sarapanlah dulu di sini sebelum pulang.”
Yun Ho tersenyum, “Baiklah...”
Ayah Da Ji masuk ke dalam terlebih dahulu.
Da Ji lalu berkata pada Yun Ho, “Kelihatannya mood Ayah lagi baik. Kapan Kau datang?”
Yun Ho menjawab, “Aku begitu rindu padamu. Setelah membuka mata aku langsung datang kemari.”
Da Ji tersipu malu.
Yun Ho mengantar Da Ji ke Bandara dengan mobilnya. Mereka terdiam satu sama lain sesaat di dalam mobil. Da Ji tampak malu-malu. Yun Ho lalu meraih tangan Da Ji dan menggenggamnya. Da Ji tersenyum lalu berkata, “Alangkah baiknya jika kita bisa pulang ke pulau Jeju bersama.” Yun Ho berkata juga, “Iya, tapi hal itu sangat sulit dilakukan sekarang karena masih ada pekerjaan di sini. Apakah tidurmu nyenyak?”
Da Ji menjawab sambil mengangguk, “Ya”
Yun Ho berkata lagi, “Aku sendiri tidak bisa tidur karena terlalu gugup. Bisa tidak mohon padamu untuk melakukan hal seperti kemarin?”
Da Ji tersenyum malu-malu lalu menjawab, ”Kenapa kau begitu berterus-terang?”
Yun Ho tertawa dan berkata, ”Yang aku maksud itu adalah gambar hati, SMS.”
Da Ji malu karena ia berpikir terlalu jauh.
Yun Ho lalu bertanya, ”Sebenarnya apa yang sedang kau pikirkan? Lihat mukamu merah sekali.” Yun Ho tertawa melihat Da Ji salah tingkah.
Da Ji tersipu malu lalu berkata dengan kesal, ”Jangan menggodaku lagi. Aku sangat malu.”
Beberapa detik kemudian HP Yun Ho berbunyi. Yun Ho melihat ke layar HP nya dan mukanya berubah menjadi tegang.
Da Ji bertanya, ”Kenapa tidak diangkat?”
Yun Ho menjawab dan mencoba tetap tersenyum, ”Ah...Tidak apa-apa.”
Di sebuah kamar hotel, seorang wanita sedang mencoba menelpon seseorang. Namun ia kecewa karena telpon itu tidak diangkat. Lalu ia mencoba menghubungi orang lain lagi, “Hallo...Assisten Baek, sudah lama tidak bertemu. Orang itu tidak mau mengangkat telponku.” (Mmm.... wanita itu siapa kira-kira ya????)
Da Ji masuk ke pesawat yang akan menuju Pulau Jeju dan duduk di salah satu kursi. Beberapa detik kemudian Dong Joo pun masuk ke dalam pesawat yang sama sambil menelpon Jin Young. Namun ia kesal karena melihat Da Ji satu pesawat dengannya. Diam-diam Dong joo terus mengawasi Da Ji yang terus saja menguap. Dong Joo kesal dan menggerutu dalam hati, “Gadis gila itu sebenarnya sudah melakukan apa? Kenapa terus saja menguap?”
Sementara itu, Yun Ho sedang bertemu dengan Ayah Dong Joo. Mereka mengobrol mengenai Dong Joo yang sedang berusaha mendapatkan surat persetujuan masyarakat. Namun Ayah Dong Joo meyakinkan Yun Ho bahwa dia akan menyelesaikan urusan persetujuan itu, ”Jangan terlalu khawatir, lewat sebulan lagi hal sepele seperti surat persetujuan atau apa pun itu pasti bisa diselesaikan dengan mudah.”
Mendengar itu Yun Ho menjadi bertanya-tanya, apa yang dimaksud oleh Ayah Dong Joo itu.
Yun Ho keluar dari ruangan Ayah Dong Joo dan langsung menelpon assisstennya, “Hyung, tolong carikan info mengenai kegiatan perusahaan Dong In belakangan ini dan juga mengenai tanah-tanah yang dibeli oleh Direktur Han.”
Assissten Yun Ho bertanya, “Apakah kau melihat panggilan masuk?”
Yun Ho balik bertanya, “Siapa?”
Assissten Yun Ho menjawab, “Mil Hye. Dia menelponku karena tidak bisa menghubungimu.” Wajah Yun Ho berubah menjadi tegang lalu bertanya, “Mengapa dia mencariku?”
Assisstennya menjawab, “Dia bilang ia membutuhkan uang.”
Sesampainya di pulau Jeju, Dong Joo memberikan tumpangan kepada Da Ji. Dalam perjalanan Da Ji tertidur di dalam mobil Dong Joo.
Tentu saja itu membuat Dong Joo kesal, “Sebenarnya aku tidak ingin memberimu tumpangan, namun karena kau terus memaksa maka aku memberikannya. Sebenarnya sudah melakukan apa tadi malam hingga mengantuk seperti itu?”
Dong Joo lalu menaikkan volume tape di mobilnya agar Da Ji terbangun. Da Ji terbangun sebentar lalu tidur lagi. Dong Joo semakin kesal lalu ia sengaja menyetir dengan tidak terarah agar Da Ji terbangun namun Da Ji tetap saja tidak bangun. Lalu Dong Joo mengerem mendadak mobilnya hingga membuat kepala Da Ji terbentur dan Da Ji pun terbangun. Jidat Da Ji memerah. Ia panik karena mengira ada kecelakaan.
Dong Joo menatap Da Ji kesal lalu berkata, “Mengapa kau mengantuk?! Aku sedang menyetir mobil malah kau asyik tidur.”
Da Ji menjawab, “Aku hanya tidur 3 jam makanya mengantuk.”
Dong Joo kembali membentaknya, “Mengapa kau tidak bisa menjaga martabatmu? Meskipun hal ini adalah kehidupan pribadi kita masing-masing!”
Da Ji tidak mengerti lalu balas membentak, “Kehidupan pribadi apa? Pagi-pagi aku sudah membantu Ayahhku bekerja di peternakan makanya aku sekarang mengantuk. Dan lagi, karena bir yang aku minum tadi malam, aku masih merasa sedikit tidak sadar. Mengapa kau terus membentakku? Jika kau tidak ingin memberikanku tumpangan bilang saja sejak awal. Dasar kau bocah yang kejam.”
Da Ji melepaskan sabuk pengamannya dan hendak keluar dari mobil itu. Dong Joo diam saja. Ia merasa bersalah karena berpikir yang tidak-tidak mengenai Da Ji.
Da Ji kesal dan keluar dari mobil Dong Joo. Ia berjalan meninggalkan mobil namun Dong Joo mengikutinya dengan mobil dan membujuk Da Ji agar naik ke mobilnya, “Di sini tidak ada bis. Cepat masuklah...”
Da Ji tetap tidak mau masuk. Ia melepaskan sepatu high heelsnya dan terus saja berjalan dengan kaki tanpa alas, “Kau memang tidak mau memberiku tumpangan makanya kau bersikap seperti itu padaku. Kau pergi saja!!”
Dong Joo menjawab, “Baiklah kalau kau benar-benar tidak ingin naik.”
Dong Joo pun pergi meninggalkan Da Ji.
Da Ji berkata sendiri dengan kesal, “Aku menyuruhmu pergi kau benar-benar pergi.”
Namun Dong Joo menghentikan mobilnya dan berpikir sesaat. Ia lalu memundurkan mobilnya dan menyuruh Da Ji naik, “Membutuhkan waktu 2 jam untuk sampai dengan berjalan kaki. Pakai taksi akan sangat mahal.”
Da Ji tetap diam dan membuang mukanya dari Dong Joo. Dong Joo keluar dari mobilnya dan membukakan pintu mobil untuk Da Ji. Da Ji yang masih kesal malah memilih duduk di kursi belakang. Dong Joo kesal karena Da Ji begitu keras kepala.
**************************************************************
Da Ji bekerja di restoran Ahjumma. Ahjumma bertanya, “Da Ji, apakah keluarga Dong Joo tidak tau kalau Dong Joo tinggal bersamamu?”
Da ji mengangguk, “Ya”
Ahjumma kembali berkata, “Benar juga, kalian sudah memiliki pasangan masing-masing. Kau dan orang yang tinggal di Resort itu pergi bersama ke Seoul bersama-sama. Baguslah... Kau sudah lama bercerai dan hidup menjadi janda.”
Ahjumma melihat ada luka merah di kening Da Ji dan dia pun menggoda, ”Omo, benar-benar dahsyat sampai kening pun terluka.”
Da Ji bingung dan dengan cepat menjawab, ”Bukan seperti itu... Aku dan Ayahku......”
Ahjumma memotong ucapan Da Ji sambil tersenyum, ”Lihat, kau tampak malu-malu.”
(hahahahahaha.... ada-ada saja Ahjumma mikir yang gak-gak kayak Dong Joo..., padahal keningnya terluka karena Dong Joo mengerem mobil mendadak dan kening Da Ji terbentur)
Ahjussi memanggil Ahjumma dan menasehatinya agar jangan mengacaukan otak Da Ji dan menyuruh Ahjumma mencari pasangan jika ia merasa kesepian. Tentu saja Ahjumma kesal dengan perkataan itu dan dia mengatakan pada Ahjussi bahwa ia adalah wanita yang hebat karena bisa membesarkan anaknya Jung Dae seorang diri sejak kematian suaminya.
Dong Joo masuk ke dalam restoran setelah membuang sampah. Ia melihat Da Ji sedang mengepel. Ia merebut alat pel itu untuk membantu Da Ji. Da Ji mengatakan bahwa Dong Joo tak perlu repot-repot membantunya dan menyuruhnya mengerjakan pekerjaan lain saja. Dong Joo tetap bersikukuh membantunya mengepel.
Da Ji bertanya, “Kau membantu karena kau telah melukai keningku kan?”
Dong Joo menjawab, “Aku berpikir untuk mendapatkan surat persetujuan itu sebelum 1 bulan berakhir. Aku merasa tidak dapat melakukan itu tanpa bantuanmu. Dan setelah itu kelak kita tidak mudah bertemu satu sama lain lagi.”
”Betul juga”, Ucap Da Ji.
Dong Joo berkata lagi, “Kau jalani hidupmu dan aku akan menjalani hidupku sendiri. Tidak perlu mencampuri urusan pribadi masing-masing.”
Da Ji bingung lalu berkata, “Aku tidak pernah mencampuri urusan pribadimu.”
Dong Joo berkata, “Maaf..., Aku juga tidak akan mencampuri urusan pribadimu lagi.”
Lalu Dong Joo melanjutkan mengepel lantai.
Wanita dulu berusaha menelpon Yun Ho datang ke Resort dan meminta agar bellboy menyimpan kopernya di kamar Yun Ho. Lalu ia menghampiri resepsionis dan bertanya, "Apa kau tau Seo Yun Ho sekarang ada di mana?"
Yun Ho mengenggam tangan Da Ji saat berjalan menyusuri resort. Da Ji merasa tidak nyaman dan meminta Yun Ho melepaskan tangannya karena saat ini mereka ada di Resort dan orang-orang selalu melihat ke arah mereka. Yun Ho menolak karena ia merasa nyaman jika menggenggam tangan Da Ji seperti itu. Dari arah berlawanan terlihat Dong Joo dan Da Ji berjalan ke arah mereka. Dong Joo terlihat kesal.
Jin Young berkata menggoda, “Oppa, berhentilah seperti itu. Seperti dunia ini milik kalian berdua saja.” Yun Ho tersenyum lalu memamerkan terang-terangan genggaman tangannya pada tangan Da Ji.
Jin Young melihat ke arah belakang Yun Ho dan ia kaget melihat seorang wanita berdiri di belakang Yun Ho dan da Ji. Yun Ho membalikkan badannya dan ia pun sangat kaget melihat wanita itu. Da Ji turut melihat ke belakang namun ia tidak tau apa-apa.
Wanita itu berjalan menghampiri mereka. Ia tersenyum kepada Jin Young lalu berkata padanya, “Nona Jin Young, lama tidak bertemu. Ternyata kau masih saja mengikutinya sampai ke sini.” Kemudian ia beralih menatap Da Ji yang tangannya masih digenggam erat oleh Yun Ho.
Ia pun bertanya kepada Yun Ho, “Suamiku..., Siapa wanita muda ini?”
Da Ji tentu saja kaget mendengarnya. Wanita itu lalu berkata pada Da Ji dengan tatapan mata yang dingin, “Apa kabar? Aku adalah istri dari laki-laki yang berpegangan tangan denganmu itu. Lepaskan genggaman tanganmu itu!”
Da Ji benar-benar shock dan terlihat tidak mengerti. Begitu juga Dong Joo. Da Ji berusaha melepaskan tangannya tapi Yun Ho tetap menggenggam tangannya dengan erat. Lalu wanita itu bertanya pada Yun Ho, “Suamiku, apakah wanita itu tidak mengerti bahasa korea?” “Ahjussi...??” Da Ji masih shock.
Wanita itu makin mendekati Da Ji tapi Yun Ho segera menghalanginya, “Berhentilah..!”
Yun Ho lalu menatap Da Ji dan berkata, “Aku akan menelponmu nanti.”
Yun Ho lalu menarik paksa wanita itu dan membawanya pergi. Da Ji masih terkejut dan tidak mengerti dengan semua itu.
Dong Joo yang memperhatikan Da Ji pun langsung membentak Da Ji, “Apakah kau masih belum sadar juga?!”
Da Ji hanya terdiam. Dong Joo lalu pamit kepada Jin Young, “Aku harus mengantarnya pulang.” Jin Young menjawab, “Ya”
Lalu ia berkata kepada Da Ji, “Pulanglah dan istirahatlah...”
Dong Joo meraih tangan Da Ji dan membawanya pergi.
Yun Ho membawa wanita itu masuk ke kamar Resortnya. Ia melihat koper wanita itu sudah terletak begitu saja di lantai. Wanita itu duduk di sofa lalu bertanya, “Apakah kau tidak lelah tinggal di resort? Bukankah kau bilang hanya tinggal beberapa bulan di sini? Mengapa kau tidak mencari rumah saja?”
Yun Ho bukannya menjawab malah ia balik bertanya, “Mengapa kopermu ada disini?”
Wanita itu menjawab dengan santai, “Aku sudah meninggalkan rumah di Manhattan. Saat tinggal bersamamu aku tidak pernah memikirkan hal ini, tapi Rumah itu terlalu besar untuk ditinggali sendiri. Ah dimana aku bisa meletakan koperku?”
Yun Ho menarik tangan wanita itu dan bertanya, “Apa yang sedang kau lakukan? Kita sudah berakhir!”
Wanita itu menjawab, “Tidak, kita belum berakhir! Aku tetap istrimu walaupun masih ada proses hukum yang harus dilalui. Lagipula aku belum menanda tangani surat perceraian. Aku sudah menyelesaikan hal-hal di sana. Sekarang aku ingin tinggal di sini, di sisimu. Aku harus meletakkan barang-barangku dimana?”
Yun Ho tentu saja kesal mendengar itu, ia lalu menelpon Assisstennya, “Hyung, tolong pesankan kamar untuk Mil Hye.” Yun Ho lalu menutup HP nya dan pergi meninggalkan wanita itu. (Hm.... ternyata dia adalah Mil Hye wanita yang dulu menelpon Yun Ho. Makin rumit aja ni...)
Yun Ho berjalan bersama Asistennya dan bertanya, "Apakah ada hal yang harus di urus lagi untuk perceraianku?"
Asistennya menjawab, “Tidak. Setelah perceraian diputuskan hanya perlu tanda tangan saja.”
Yun Ho hanya terdiam mendengarnya.
Dong Joo mengantar Da Ji pulang ke rumah. Sesampainya di depan rumah, Da Ji keluar dengan lesu. Tentu saja Dong Joo kesal melihat sikap Da Ji itu, “Kau tidak tau bahwa dia mempunyai istri padahal kau sudah berpacaran dengannya.”
Da Ji menjawab, “Bercerai.. Dia bilang sudah bercerai.”
Dong Joo kembali bertanya, “Kalau begitu, lalu wanita itu siapa? Apakah dia bukan istri Yun Ho?!”
Da Ji bingung, “Aku tidak tau.”
Dong Joo marah, “Kenapa kau tidak tau? Tidak salah jika aku mengatakan kau itu sangat mudah ditipu orang.”
Da Ji kesal, “Kau ini, apakah kita harus menginterogasinya dulu baru berpacaran dengannya?” Dong Joo berkata lagi, “Aku pernah bilang bahwa orang itu tidak pantas untukmu. Pasti dia mempunyai hubungan yang kacau dengan para wanita.”
Beberapa saat kemudian, mereka melihat mobil Yun Ho datang. Dong Joo kesal dan berkata pada Da Ji, ”Aku katakan padamu, kau harus menggunakan otakmu itu. Jangan mengulur-ulur waktu lagi, cepat selesaikan masalah ini. Mengerti!!”
Yun Ho keluar dari mobil dan menghampiri mereka. Ia bertanya pada Da ji ”Apakah kau begitu kaget? Kita keluar saja dan membicarakan hal ini.”
Da Ji menatap Dong Joo sebentar lalu ia mengangguk. Dong Joo tentu kesal melihat sikap Da Ji yang menurut itu.
Yun Ho mengajak Da Ji ke tepi laut. Yun Ho berkata, “Selama ini, aku percaya asalkan berusaha maka tidak akan ada yang tidak bisa aku lakukan. Tapi masalah pernikahan ternyata tidak semudah yang aku pikirkan. Aku tidak ingin pernikahanku gagal. Karena melihat orangtua bercerai maka aku berjanji pada diriku sendiri untuk tidak seperti itu. Dalam pernikahanku, kami hanya bisa saling menyakiti, lalu berpikir untuk apa ini diteruskan. Kami sudah dua tahun berpisah, dan aku sudah menandatangani surat perceraian.”
Da Ji bertanya, “Jika bercerai, tapi kenapa dia seperti itu mencarimu sampai kemari?”
Yun Ho menjawab, “Harus mendengar sendiri dari dia agar mengetahui apa alasannya. Tapi aku pastikan bahwa dia dan aku sudah berakhir.”
Da Ji hanya mengangguk namun terlihat di wajahnya yang masih belum mengerti.
Yun Ho berkata lagi, “Apakah kamu kaget?”
Da Ji balik bertanya, “Apakah hubungan kita ini adalah hubungan yang pantas?”
Yun Ho hanya mengangguk lalu tersenyum. Da Ji pulang ke rumahnya dan Dong Joo sudah menunggunya di ruang tengah.
Dong Joo berkata dengan dingin, “Apa tetap begitu?”
Da Ji mencoba menjelaskannya, “Sudah mendengarkan penjelasan dari dia.”
Dong Joo berkata lagi , ”Baguslah... Lalu orang itu mengatakan apa lagi padamu?”
Da Ji terdiam sejenak lalu menjawab, “Dia bilang bahwa dia sudah bercerai. Ahjussi sudah menandatangani surat perceraian. Mereka sudah berakhir.”
Dong Joo berkata lagi dengan wajah yang masih dingin, “Bila hanya satu pihak yang menandatangi surat perceraian, apakah ini bisa dikatakan sudah berakhir? Seo Yun Ho dan kau kenapa bisa mirip begitu? Dulu bukankah kau juga begitu padaku, memutuskanku sepihak.”
Da Ji kaget mendengar ucapan Dong Joo itu, “Waktu itu....”
Namun dengan cepat Dong Joo memotong ucapan Da Ji, “Berpacaranlah baik-baik. Kalian memang sangat cocok.”
Setelah itu, Dong Joo berlalu begitu saja masih dengan wajah dingin. Da Ji tidak bingung. Dong Joo datang ke tempat Jin Young bekerja. Dong Joo melihat sekeliling ruangan itu dan berkata, “Wah disini seperti sihir saja, semua sudah berubah.”
Jin Young bertanya, “Apa Nona Da Ji baik-baik saja?”
Dong Joo menjawab, “Aku juga tidak tau. Wanita tadi itu.....”
Jin Young dengan cepat menjawab, “Mi Hye. Dia adalah mantan istri Yun Ho Oppa. Sudah bercerai selama satu bulan lebih. Yang dikatakan Min Hye tadi itu sulit dimengerti. Mi Hye tidak begitu menyukaiku karena saat mereka menikah, aku membuat kesalahan.”
Dong Joo tersenyum lalu berkata, “Aku dan kau tidak jauh berbeda. Hal yang sudah menjadi masa lalu tidak perlu dijelaskan lagi. Kelak kita harus lebih terbuka satu sama lain.”
Jin Young tersenyum lalu berkata, ”Tapi kau... kenapa tadi meninggalkan pacarmu begitu saja demi menjaga Da Ji?”
Dong Joo bingung menjelaskannya. Jin Young tersenyum lalu berkata lagi, “Sudahlah... aku hanya bercanda. Kenapa kau begitu panik? Ini pertama kalinya kau melakukan kesalahan, jadi tidak apa-apa. Kelak kau harus jaga dulu pacarmu ini, Jin Young.”
Dong Joo tersenyum. Tiba-tiba assisten Jin Young memanggil Jin Yoing. Jin Young pun pamit pada Dong Joo.
Keesokan paginya Da Ji menyiapkan sebotol minuman dan memasukkannya ke kantong. Dong Joo keluar dari kamarnya. Da Ji mencoba menyapa Dong Joo tapi Dong Joo tidak mempedulikannya. Da Ji pun bingung.
Ternyata pagi itu Da Ji datang ke tempat dia selalu janjian dengan Yun Ho yaitu di bawah pohon. Yun Ho sudah menunggunya di sana. Ia menghampirinya dan menyapa, “Sejak kapan datang?” Yun Ho bukannya menjawab, ia malah tersenyum lalu berkata, “Aku khawatir kalau kau tidak mau datang lagi kemari. Apa yang kau bawa?”
Da Ji tersenyum, “Aku membuatnya sendiri. Jika lelah minumlah ini. Ini lebih bagus dari kopi. Baik untuk daya tahan tubuh.”
Da Ji menyodorkan kantong yang berisi sebotol minuman kearah Yun Ho. Yun Ho terlihat senang menerimanya. Tapi sesaat kemudian wajah Yun Ho berubah serius, “Itu...Dia sementara waktu ini akan tinggal di Resort.
Da Ji menjawab, “Begitu ya...”
Yun Ho berkata lagi, “Kami ada beberapa urusan yang masih harus diselesaikan.”
Da Ji menggenggam tangan Yun Ho lalu berkata, “Kau tidak perlu mengatakan semuanya padaku. Aku baik-baik saja”.
Yun Ho masuk ke kamar Resortnya. Ia mendapati Mi Hye yang tengah mempersiapkan sarapan untuknya. Mi Hye berkata, ”Kau berolahraga cukup lama. Aku sudah menyiapkan kopi untukmu.”
Yun Ho tidak mengatakan apa-apa, ia meletakkan minuman yang diberikan Da Ji di atas meja. Lalu Yun Ho mengambil segelas air putih. Mi Hye mengambil minuman di kantong itu dan bertanya, ”Apakah gadis itu yang memberikan ini padamu? Perhatian juga, sampai inipun di berikan.”
Yun Ho kesal lalu berkata, ”Dua tahun ini apa masih belum cukup? Sampai kapan aku harus menerimamu yang seperti ini?”
Mi Hye berkata, ”Benar juga, selama ini kau yang selalu menerimaku. Ada yang ingin aku katakan padamu. Pikirkanlah ini baik-baik.” Yun Ho memotong ucapan Mi Hye, ”Tidak ada yang ingin aku katakan lagi padamu, kita berbicara seperti ini sudah cukup.”
Mi Hye bertanya, ”Apa karena dia?”
Yun Ho berkata, ”Hubungan diantara kita sudah berakhir.”
Mi Hye berkata lagi dengan mata berkaca-kaca, ”Aku ingin berusaha mencoba lagi. Aku ingin kita kembali seperti dulu lagi. Seperti halnya dua tahun ini, kau berusaha untuk membuatku kembali. Kini biar aku yang berusaha untuk membuatmu kembali. Aku tahu, aku ini tidak tau malu. Kau sudah tidak berada disisiku lagi. Ini membuat hatiku sangat sakit.”
Yun Ho menjawab, ”Ini tidak merubah apapun. Bukankah kau mengatakan bahwa kau membutuhkan uang? Katakan saja pada pengacaraku.”
Mi Hye terlihat sakit hati mendengar ucapan Yun Ho itu, ”Menyuruhku pergi dengan membawa uang? Kau sama saja dengan orang-orang lain. Apa kau pikir bahwa aku ini adalah wanita yang hanya tertarik pada uangmu saja?”
Yun Ho menjawab dengan dingin, ”Aku tidak pernah berpikir seperti itu.”
Yun Ho lalu pergi meninggalkan Mi Hye seorang diri. Mi Hye terlihat sedih dan matanya berkaca-kaca, kemudian berkata sendiri, ”Kau baru saja mengatakan hal yang seperti itu.”
Mi Hye datang ke pantai dimana Da Ji bekerja menyewakan kuda-kuda. Jong Dae yang melihat Mi Hye datang langsung saja menawarkan untuk menunggangi kuda. Sementara Da Ji sedang asyik membersihkan kuda. Da Ji membalikkan badannya dan ia mendapati Mi Hye berdiri di belakangnya dan menatap dirinya. Da Ji sangat kaget. Mi Hye menolak tawaran Jong Dae dan menyodorkan uang kepada Jong Dae. Jong Dae bingung lalu menerima uang itu. Mi Hye menatap Da Ji dengan tatapan merendahkan. Da Ji hanya terdiam.
BERSAMBUNG....
Hem... lanjut ya.. fighting..
BalasHapus